PROFESIONALISME KERJA

Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian

kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme

mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau

sebagai sumber penghidupan.

Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita

artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession

yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian

“pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian

khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga

suatu “panggilan”.

Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure

keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus

memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk

menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak

membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.

Berkaitan dengan profesionalisme ini ada dua pokok yang menarik perhatian dari

keterangan ENCYCLOPEDIA-NYA PROF, TALCOTT PARSONS mengenai

profesi dan profesionalisme itu.

PERTAMA ialah bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat di golongkan

sebagai kelompok “kapitalis” atau kelompok “kaum buruh”. Juga tidak dapat

dimasukkan sebagai kelompok “administrator” atau “birokrat”.

KEDUA ialah : bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok

tersendiri, yang bertugas memutarkan roda perusahaan, dengan suatu leadership

status. Jelasnya mereka merupakan lapisan kepemimpinan dalam memutarkan roda

perusahaan itu. Kepemimpinan di segala tingkat, mulai dari atasan, melalui yang

menengah sampai ke bawah.

Profesionalisme merupakan suatu proses yang tidak dapat di tahan-tahan dalam

perkembangan dunia perusahaan modern dewasa ini. PARSONS tidak tahu arah

lanjut proses profesionalisasi itu nantinya, tapi menurutnya, bahwa keseluruhan

kompleks profesionalisme itu tidak hanya tampil kedepan sebagai sesuatu yang

terkemuka, melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang.

Dalam perkembangannya perlu diingat, bahwa profesionalisme mengandung dua

unsur, yaitu unsur keahlian dan unsur panggilan, unsur kecakapan teknik dan

kematangan etik, unsur akal dan unsur moral. Dan kedua-duanya itulah merupakan

kebulatan unsur kepemimpinan. Dengan demikian, jika berbicara tentang

profesionalisme tidak dapat kita lepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti

yang luas.

Menurut SOEGITO REKSODIHARJO (1989), arti yang diberikan kepada kata

“profesi” adalah suatu bidang kegiatan yang dijalankan oleh seseorang dan

merupakan sumber nafkah bagi dirinya. Meskipun lazimnya profesi dikaitkan dengan

tarap lulusan akademi / universitas, suatu profesi tidak mutlak harus dijalankan oleh

seorang sarjana. Didalam masyarakat Indonesiapun kita telah mengenal berbagai

profesi non-akademik, seperti misalnya, profesi bidan, pemain sepak bola, atau

petinju “profesional”, dan bahkan “profesi tertua di dunia”.

Walaupun obyek yang ditangani dapat berupa orang atau benda fisik, yang menjadi

penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik

buruk penanganan fungsinya. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan

ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada TARAF

KEMAHIRAN ORANG YANG MENJALANKAN. Taraf kemahiran demikian

hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat

kesempurnaan yang dipersyaratkan untuk itu tercapai. Dalam proses ini tidak terapat

jalan pintas.

Bagi seseorang yang berbakat dan terampil, proses itu mungkin dapat terlaksana

secara lebih baik atau lebih cepat dari pada orang lain yang kurang atau tidak

memiliki kemampuan itu. Bagi golongan terakhir ini, apabila mereka tidak bersedia

untuk bersusah payah melebihi ukuran biasa untuk menguasai sesuatu kejujuran,

pilihan terbaik ialah untuk mencari profesi lain yang lebih sesuai dengan bakat

mereka.

Dalam lapangan kerja, atasan seharusnya menilai kemampuan orang bukan sematamata

atas dasar diploma atau gelarnya, tetapi atas dasar kesanggupannya untuk

mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang ada

padanya. Dalam praktek, kita jumpai bahwa tidak semua orang mampu

mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai

seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya seorang non-sarjana

yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan

menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif

masih terbatas itu.

Diploma dan gelar bukan jaminan prestasi seseorang. Prestasi harus diukur di satu

pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur

yang dikaitkan dengan kemampuan yang semestinya ada pada orang itu. Diploma

hanya memberi harapan tentang adanya kemampuam itu, tetapi kemampuan nyata

harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma

tadi dalam pekerjaannya.

Untuk memperoleh kemampuan demikian, pengamalan merupakan guru yang terbaik.

Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak

akan mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang

sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses

belajarnya dari praktek bekerja, akan mengalami kemunduran dalam dunia yang

dinamis ini dan akan tertinggal dari yang lain.

Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme :

1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result),

sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.

2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat

diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.

3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas

atau putus asa sampai hasil tercapai.

4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh

“keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.

5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga

terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

Ciri di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi

yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas

lagi di kemukakan oleh Tjerk Hooghiemstra bahwa seorang yang dikatakan

profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensikompetensi

tertentu yang mendasari kinerjanya.

Kompetensi menurut Tjerk Hooghiemstra, Hay group, The Netherlands pada

tulisannya yang berjudul “Integrated Management of Human Resources:, Kompetensi

adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan unjuk kerja yang

efektif atau superior pada jabatan tertentu.

ANGGAPAN BAHWA PROFESIONALISME DAPAT DIHARAPKAN

MUNCUL SEKEDAR DENGAN ANJURAN, TIDAKLAH BENAR

Selanjutnya diuraikan bahwa perlu dibedakan antara unjuk kerja superior dengan

rata-rata. Kompetensi dapat berupa motiv, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau

nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang

yang dapat diukur dan dapat menunjukkan perbedaan antara rata-rata dengan

superior.

Apa yang dikemukakan oleh Lyle M. Spencer dalam bukunya berjudul “Competence

at Work” tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Tjerk Hooghiemstra

sebelumnya; Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan

dengan atau menghasilkan unjuk kerja yang efektif dan atau superior pada jabatan

tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

Karakteristik pokok mempunyai arti kompetensi yang sangat mendalam dan

merupakan bagian melekat pada pribadi seseorang dan dapat menyesuaikan sikap

pada berbagai kondisi atau berbagai tugas pada jabatan tertentu. Ada lima

karakteristik kompetensi : motiv, sikap, konsep diri (attitude, nilai-nilai atau

imaginasi diri), pengetahuan dan keterampilan.

Menurut ILO/ASPDEP pada seminar penyusunan Regional Model Competency

Standards, Bangkok, 1999, kompetensi meliputi :

_ Keterampilan melaksanakan tugas individu dengan efesien (Task skill).

_ Keterampilan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaannya (Task

management skill).

_ Keterampilan merespon dengan efektif hal-hal yang bukan merupakan pekerjaan

rutin dan kerusakan (Contigency management skill).

_ Keterampilan menghadapi tanggung jawab dan tuntutan lingkungan termasuk

bekerja dengan orang lain dan bekerja dalam kelompok (Job/role environmet

skill).

Kompetensi lebih menitik beratkan pada apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja

ditempat kerja, dengan perkataan lain kompeten menjelaskan apa yang seharusnya

dikerjakan oleh seseorang bukan latihan apa yang seharusnya diikuti. Kompetensi

juga harus dapat menggambarkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan

keterampilan pada situasi dan lingkungan yang baru. Karena itu uraian kompetensi

harus dapat menggambarkan cara melakukan sesuatu dengan efektif bukan hanya

mendata tugas. Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan,

keterampilan dan sikap kerja. Sikap kerja atau attitude sangat mempengaruhi

produktivitas, namun sampai saat ini masih diperdebatkan bagaimana merubah sikap

kerja serta menilainya, tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif

singkat.

Menurut konsep Jerman (dalam sistem ganda) menggunakan istilah kompetensi

profesional atau kualifikasi kunci. Kompetensi profesional mencakup kumpulan

beberapa kompetensi yang berbeda seperti ditunjukkan di bawah.

Komponen-Komponen yang perlu untuk Kompetensi Profesional

Kompetensi

Spesialis

Kemampuan untuk :

– Keterampilan dan

pengetahuan

– Menggunakan perkakas

dan peralatan dengan

sempurna

– Mengorganisasikan dan

menangani masalah

Kompetensi

Metodik

Kemampuan untuk :

– Mengumpulkan dan

menganalisa informasi

– Mengevaluasi informasi

– Orientasi tujuan kerja

– Bekerja secara

sistematis

Kompetensi

Individu

Kemampuan untuk :

– Inisiatif

– Dipercaya

– Motivasi

– Kreativ

Kompetensi

Sosial

Kemampuan untuk :

– Berkomunikasi

– Kerja kelompok

– Kerjasama

Kompetensi

Profesional

Kualifikasi

Kunci

Leave a comment